Social Icons

25 Oct 2015

Perjalanan ke Gedongsongo yang Tak Terlupakan

Ketika duduk di bangku Sekolah Menengah Atas, saya memiliki 6 sahabat yang sering wira-wiri bareng. Mereka adalah Fitri, Yuyun, Lidwina, Rini, Liana, dan Fajar. Bahkan kami punya jadwal khusus untuk berkeliling ke rumah masing-masing anggota. Biasanya kami kumpul-kumpul setiap Sabtu, karena waktu pulang sekolahnya lebih awal dari biasanya.

Dari situ terjalin keakraban yang lebih. Hingga tercetus ide (entah dari siapa) sesekali kami jalan-jalan ke tempat lain. Pilihan jatuh pada Candi Gedongsongo, yang terletak di daerah Bandungan, Kabupaten Semarang. Pertimbangannya, selain dekat dengan Semarang, objek wisata ini cukup menarik bagi para a-be-ge.

Mulailah kami merencanakan perjalanan ini. Siapa membawa apa, termasuk kamera dan cemilan haha. Karena rumah saling berjauhan, ditetapkan tempat pertemuan di Kaliwiru (tempat mangkal bis ke luar kota), bertemu jam 6 pagi di hari Minggu (tanggalnya lupa). Walau pun saya sudah lama tinggal di Semarang, jangan tanya deh tentang alamat, gak pernah kemana-mana selain rumah dan sekolah (anak alim hehe). Karena itu, saya ijin menginap di kos Fitri.


DI hari yang sudah ditentukan, saya dan Fitri sudah siap-siap akan berangkat ke Kaliwiru. AKan tetapi, kemudian Fajar memberitahukan bahwa dia tidak bisa ikut karena Buliknya meninggal. Wah, sebenarnya agak gimana gitu, karena kurang lengkap kalau kurang salah satu. Tetapi karena teman-teman yang lain kemungkinan sudah meluncur ke Kaliwiru (jaman dulu kagak punya handphone euy), maka show must go on duonk.

Ketika semua sudah berkumpul, kami pun menuju toko yang menjual roll film (berasa tua deh). Jaman dulu mah belum ada kamera digital yak. Kami membeli yang isi 36, sepertinya cukup deh untuk menabadikan kenarsisan kami saat itu.

Tiba saatnya untuk berangkat. Naik bis ramai-ramai itu 'sesuatu' banget. Gak berasa bosen tiba-tiba udah nyampe aja. Sampailah kami di Candi Gedongsongo, horeeee. Nah, mulai dari sini siap-siaplah membaca pengalaman anak a-be-ge yang mungkin bagi sebagian orang aneh bin ajaib *udah ngikik duluan.

Dengan langkah riang, ke enam anak gadis yang masih kinyis-kinyis ini menuju ke bagian tiket. Yeah, rencananya kita akan beli tiket untuk masuk. Rencana tinggal rencana, begitu melihat harga tiket yang menurut kami cukup mahal (waktu itu 3 rebu), kami pun mengurungkan niat. Alasannya sih sederhana, duit segitu bisa buat beli bakso di Pasar Bandungan haha. Apakah itu berarti kami tidak jadi masuk? TENTU TIDAK. Rugi dong ah.

Setelah berunding dengan khusuk, kami pun memutuskan untuk...lewat jalan belakang huahuahua. Iye, beneran inih, jalan belakang masbro. Gak matching banget dengan aura kecantikan kami berenam *plak. Apa boleh buat, demi semangkok bakso tidak ada yang tidak bisa dilakukan. Oke deh. Pelan-pelan kami melipir di jalan perkampungan. Eh, ternyata ada petugas yang melihat, dia pun mengejar kami.

Yah, karena kami ini super cerdas (nggaya) ketika si petugas baru akan berteriak mengingatkan (atau memarahi ya?) Kami langsung berseru, "Ih, pemandangannya bagus banget, foto-foto dong." Sumpah, akting kami saat itu bisa diganjar Piala Oscar (dari Hongkong). Mulai deh, kami action dengan berbagai gaya gak karu-karuan, mumpung masih a-be-ge getooo. Dan apa yang terjadi sama si petugas? Semula sih dia bengong, garuk-garuk kepala bentar terus balik kanan. Hahaha. Oh yes, kami pun melanjutkan perjalanan dengan sesekali melihat ke belakang, takutnya si petugas masih penasaran.

Yeah, perjalanannya menyenangkan apalagi sambil foto-foto di setiap spot yang dianggap menarik. Norak tapi hepi. Karena lewat jalur belakang, kamisering bersimpangan dengan pengunjung-pengunjung lain. Ya iya lah, kami baru berangkat, mereka udah mau selesai. Sepertinya sih, banyak yang menatap dengan keheranan, ah tapi anggap aja pada naksir (abege gak tahu diri).

Berjalan sambil bercanda dan juga melompat-lompat karena banyak ranjaunya alias kotoran kuda. Sesekali berhenti untuk ngemil dan foto-foto (teteup). AKhirnya sampai juga kami di salah satu candi di bagian tengah. Sambil menikmati pemandangan. Kami sempet melihat ada rombongan bule (yang sudah berumur) yang sedang tur. Gak tahu kenapa, apa karena pesona kami berenam yang begitu kuat (uhuk) atau para bule ini menganggap kami tontonan menarik (barang antik), tiba-tiba aja kamera para bule itu diarahkan ke kami dan jepret-jepret. Huaaa...berasa artiiiis. Banyak banget dah kamera yang motoin kami. Dan...kami dengan santainya sambil ketawa-ketawa malah tetep berdiri di tempat itu haha. Sempet sih kami minta salah satu bule untuk berfoto bersama.

Akhirnya, sampai juga kami di bagian terdepan (kan tapi lewat belakang yak). Setelah sholat Dhuhur, kami pun bergegas mencari bis untuk menuju ke Pasar Bandungan (bakso bakso). Eh, ternyata gak ada bis, walau kami sudah menunggu agak lama. Satu-satunya alat transportasi untuk menuju ke Pasar adalah dengan ojek. Haaaah, dan atas nama pengiritan, kami pun memutuskan berjalan saja. Dan itu keputusan yang salah. Karena jauh banget jaraknya T.T

Untuk menyegarkan diri di perjalanan turun, setiap merasa capek, kami bakalan istirahat, nyemil dan foto-foto (narsis to the max). Akhirnya, dengan terseok-seok (lebay), kami pun sampai di Pasar dan menikmati bakso haha. Setelah itu, tanpa membuang waktu, kami segera mencari bis yang akan membawa ke Semarang. Oh, ternyata, semua bis penuh. Mungkin karena sudah sore. Kami pun nekat naik. Semula kami berenam berdiri, kemudian ada bangku kosong dan 2 orang mendapat tempat duduk. Atas nama kesetiakawanan, kami pun bergantian duduk. Mungkin setiap 10-15 menit sekali deh saling bergiliran. Hingga sampai di Semarang.

Keesokan harinya, ketika bertemu di sekolah kami bertemu Fajar. Yah, kemudian berceloteh tentang hebohnya acara jalan-jalan itu. Fajar pun menawarkan diri untuk mencucikan foto-foto kami. Dan tahu gak yang terjadi? Ternyata foto-foto kami gak ada yang jadi alias tidak ada. Karena si Mas (penjual roll film) tidak pas ketika memasangkan ke kamera. Jadi itu klise kosong blong. Ealaaaaah....kadung narsis, foto-foto dimana-mana.

Cerita perjalanan ke Gedongsongo memang sudah berakhir, tetapi kenangannya masih terasa hingga saat ini. Setiap bertemu, kami pasti bercerita tentang hal itu. Gak ada habisnya deh. Sangat menyenangkan saat-saat itu, indah untuk dikenang, indah untuk diceritakan. Semoga indah pula persahabatan yang terjalin hingga saatini. Aamiin.

Dari tujuh orang, 2 orang bertempat tinggal di Semarang (termasuk saya), 1 di Surabaya dan lainnya di Jakarta. Kami masih bertemu bila memungkinkan. Karena foto-foto di Gedongsongo gak ada. Saya memasang foto-foto sekarang saja ya.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah meninggalkan komentar ^_^