7 Jul 2014

Tindakan Kecil Tapi Nyata Untuk Indonesia


Ketika berumur 17 tahun, saya begitu bangga dan berdebar karena saat itu saya akan melakukan pemilihan umum pertama saya. Iyes, saya ikut berperan serta dalam demokrasi untuk negeri ini. Pengalaman pertama itu mungkin sudah tidak berbekas dari ingatan akan tetapi saya masih ingat sekli betapa bangganya saya saat itu.

Sejak saat itu saya tidak pernah absen untuk turut dalam setiap pemilihan umum yang kemudian berkembang menjadi pemilihan legislatif (pileg), pemilihan walikota/bupati, pemilihan gubernur (pilgub), dan pemilihan Presiden (pilpres). Bagaimana ketika tidak ada pilihan baik untuk dipilih? Beberapa teman menyatakan kalau mereka tidak akan memilih alias golput (golongan putih). Kabarnya golongan yang satu ini jumlahnya sangat banyak. Mereka beranggapan golput adalah pilihan yang terbaik. Karena tidak mau bertanggung jawab menanggung dosa memilih pemimpin yang kelak terbukti tidak baik.

Di tahun 2014 ini gegap gempita Pilihan Presiden begitu menggema. Entah mengapa tahun ini sangat berbeda dari periode-periode sebelumnya. Pak Budhi sudah memprediksi tahun 2014 adalah tahun yang panas dan itu menjadi kenyataan. Hiruk pikuk tidak hanya terjadi di sosial media tapi juga di dunia nyata. Banyaknya kampanye negatif yang bersliweran membuat banyak pihak kebingungan. Harus pilih yang mana, 1 (satu) atau 2 (dua)? Buntut-buntutnya mereka akan berusaha untuk golput saja, toh, kedua pilihan sama-sama tidak baik.

Sebenarnya memilih itu hak atau kewajiban? Bisa keduanya jika kita memandang dari sisi yang berbeda. Bila kita warga negara Indonesia dan telah berusia 17 tahun atau lebih serta telah memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) maka kita berhak untuk memilih. Nah, kalau hak berarti bisa juga tidak digunakan, bukan? Tentu saja. Akan tetapi dalam setiap pemilihan juga terselip kewajiban bernegara yang ada pada kita. Memilih bukan lagi hanya hak tetapi juga kewajiban sebagai warga negara. Hak bisa kita lepaskan tapi kewajiban harus ditunaikan.

Jika selama ini nasionalisme terus digembar-gemborkan, kita tidak perlu melakukan hal yang besar dan di luar kemampuan kita untuk membuktikan nasionalisme kita. Cinta tanah air bisa diwujudkan dalam memilih pemimpin bangsa. Iya, memilih pemimpin bangsa.

Mari ikut handarbeni, handuweni dan hangrungkebi tanah air tercinta dari hal kecil yaitu mencoblos selama 5 menit untuk memilih pemimpin 5 (lima) tahun kedepan. Jika kewajiban bernegara ini sudah dilakukan, mari sama-sama berdoa semoga Indonesia Jaya seperti yang diharapkan seluruh bangsanya.

Narsis adalah keharusan :P

15 comments:

  1. semoga yang terbaik untuk indonesia siapapun pemimpinnya

    ReplyDelete
  2. betul,,siapapun pemimpinnya,,semoga amanah ya,,,

    ReplyDelete
  3. Siap melaksanakan hak & kewajiban sy mbak... Setelah itu ikut berdoa smga siapapun yg trrpilih adlh yg terbaik bg negeri ini n smga ttp amanah hingga akhir jbtan.

    ReplyDelete
  4. slogan 'narsis adalah keharusan'nya itu oke banget mbak hihihihi

    ReplyDelete
  5. jangan Golput untuk Pilpres besok ya mba...

    ReplyDelete
  6. Gue nggak golput kok kali ini.

    ReplyDelete
  7. pastikan jangan golput ya, karena pastinya suara kita ikut menentukan masa depan bangsa ini

    ReplyDelete
  8. Yang pasti kita jangan mau dijebak oleh POLITIK yang akan memecah persahabatan serta persaudaraan kita dan PILHLAH SESUAI HATI KITA..hee

    ReplyDelete
  9. ihiyy, ntar mau narsis juga ah :D kali aja ada kuis di twitter *lho :P

    ReplyDelete
  10. Uhuuy, kompak bangett, Ibuu. :)
    Semarang aman2 wae mbokan?
    Mbanjar adem ayeem. . .

    ReplyDelete
  11. Melakukan bagian kita ya Jeng, mari setiap komponen melaksanakan bagiannya pasca pilpres 9 Juli. Salam hangat kami Jeng Esti.

    ReplyDelete
  12. Wah lama ga update blog yaa mbak Esti...nah gitu dong jelas kompakan banget. Semangat ngeblog ya :)

    ReplyDelete

Terima kasih sudah meninggalkan komentar ^_^