Ketika negara kita jumawa tidak ada korban covid 19, saya jujur saja meragukannya. Jadi, walau pun belum ada penderita yang dinyatakan positif, saya pikir lebih baik mulai berhati-hati. Paling deg-degan ketika awal bulan Februari ada kegiatan di Jakarta yang harus dihadiri. Dan ketika itu harus menginap di hotel. Duh, beberapa tindakan preventif sudah saya lakukan. Kesannya mungkin lebay, tapi biar aja deh dikatain lebay. Yang penting sehat, toh, tidak menyusahkan orang lain.
Dan ketika mulai bermunculan penderita yang dinyatakan positif covid-19, saya merasa khawatir sekali. Ya bagaimana tidak khawatir, bahkan negara maju dan tertib seperti Italia saja kondisinya seperti itu, entahlah gimana dengan Indonesia. Tidak perlu ya, saya menceritakan kondisi masyarakat dan negara kita. Sudah sama-sama tahu kan.
Dan kemudian mulai diberlakukan Work From Home bagi beberapa kantor, termasuk kantor saya. Sekolah pun mengumumkan kalau anak-anak juga mulai belajar di rumah saja. Di satu sisi, saya bersyukur semua anggota keluarga bisa terpantau kondisinya di rumah, tapi di sisi lain saya juga mengalami kecemasan berlebih.
Saya memikirkan anak-anak saya yang masih kecil, orang tua yang sudah sepuh, memikirkan diri sendiri semisal terkena, bagaimana dengan anak-anak saya, siapa yang akan mengurus dan berbagai pikiran negatif lainnya. Jujur, saya mengalami kepanikan dan kecemasan yang luar biasa saat itu. Melihat bagaimana kondisi tetangga yang masih abai melakukan tindakan preventif misalnya. Atau omongan beberapa wali murid yang terkesan menyepelekan. Dan puncaknya ketika Walikota Solo mengumumkan bahwa untuk sementara waktu Solo ditutup atau istilah kerennya Lockdown. Solo itu deket banget sama Semarang gaes. Lewat tol cuma 1 jam doang. Hiks.
Beberapa kali saya menangis karena kekhawatiran yang luar biasa. Walau pun tidak bercerita tentang kecemasan saya pada suami, suami merasakan bahwa saya tidak seperti biasanya. Hingga suami mengatakan bahwa, kecemasan yang berlebih bisa menurunkan imunjtas tubuh kita. Oke, logika saya membenarkan hal tersebut, tapi hati saya belum bisa berdamai dengan keadaan.
Hingga 4 hari menjalankan Work From Home, saya sakit, batuk pilek parah. Benar-benar parah sehingga saya tidak kuat untuk duduk dalam waktu cukup lama. Sepertinya kecemasan saya menggerogoti tubuh dari dalam. Dan ketika saya sudah membaik, saya mulai mengevaluasi diri sendiri. Tentu saja untuk mengatasi kecemasan saya karena pandemi ini.
Berikut adalah beberapa langkah self healing yang saya lakukan untuk menyembuhkan luka karena kecemasan berlebih:
1. Berpikir positif
Tidak ada gunanya berpikiran negatif, jadi lebih baik selalu berpikir positif dalam hidup, itu sekarang yang menjadi pedoman saya. Dengan positif thinking saya juga otomatis melakukan afirmasi positif bagi diri saya sendiri. Iya, tujuan saya memang untuk diri sendiri dulu. Karena kondisi saya yang terlalu khawatir seperti yang saya ceritakan di atas.
2. Mendekatkan diri kepada Allah SWT
Terkesan klise ya, tapi itu benar, tidak ada yang benar-benar bisa diandalkan selain pertolongan dan lindungan-Nya. Setelah berserah diri, saya mulai merasakan ketenangan. Apa pun yang terjadi ke depan, semua atas kehendak-Nya. Tugas saya adalah melakukan ikhtiar sebaik mungkin agar keluarga dan orang-orang terdekat selalu sehat.
3. Menikmati hidup
Alih-alih bersedih, saya berusaha menikmati hidup saat ini. Bisa bersama anak-anak selama 24 jam dan dalam waktu lama adalah satu sisi positif dari pandemi ini. Bagi ibu bekerja, bisa nyanding anak adalah sebuah anugerah. Lalu, bagaimana kalau sudah masuk? Yah, itu dipikir belakangan saja haha nikmati saja saat ini. Live the life, konon begitu katanya.
4. Mencoba kegiatan baru
Ada beberapa kegiatan yang ingin saya lakukan sejak lama tapi belum terlaksana, yaitu baking dan berkebun. Nah, berhubung di rumah saja, beberapa kali sata dan si kakak coba-coba bikin kue. Lumayan asik walau dengan alat dan bahan terbatas. Yang penting happy aja haha. Sedangkan untuk berkebun, belum bergerak nih saya haha. Mager.
5. Bersyukur dan terus bersyukur.
Iyes, last but not least. Bersyukur dan terus bersyukur untuk semua hal yang dimiliki saat ini. Kebersamaan bersama keluarga, canda dan tawa anak-anak, bisa bersama menciptakan banyak kegiatan dan momen keluarga. Bahkan si kakak sudah dibuatkan channel Yutub sama si bapak supaya semangat belajar musiknya.
Walau pun saya sudah bisa menerima keadaan saat, saya tetap berdoa semoga pandemi ini segera berakhir. Dan keadaan kembali seperti semula. Aamiin yang kenceng.
Mendekatkan diri dan menikmati hidup, itu yang gue lakuin selama ini. Sedih ... :(
ReplyDelete